……………..
Kantor sebuah stasiun tv masih tampak sibuk di penghujung Desember ini, mereka belum mendapatkan libur akhir tahun. Dari lantai 4 bagian HRD yang masih sibuk masing masing di depan layar komputer dan meja. Jam menunjukan pukul 1 siang, waktu makan siang bagi para karyawan. Banyak yang keluar kantor untuk memanfaatkan waktu ini atau hanya delivery order ke kantor untuk menghemat waktu.
“Arya, temenin gua yuk makan siang di restoran biasa! Ayolah, ajak si Dina ya”, Dimas terburu buru membereskan mejanya yang berlimpah kertas. Arya masih bertumpu di mejanya, tidak begidik. Dina di ujung meja
“Arya, ayo ikut!”,Ajak Dina menghampiri Arya.Ia diam. Arya memandang foto frame di sebelahnya, foto sosok Ibu yang berarti baginya. Lalu ia baru berani beranjak dari meja kerjanya.
Mereka bertiga, Arya Dina dan Dimas. 3 orang yang di pertemukan saat wawancara masuk kerja, perkenalan singkat itu membawa mereka pada jalan persahabatan,saat semua saling terbuka satu sama lain.
Restoran itu seperti biasa dipadati karyawan karyawan kantor sekitar,mereka hampir saja tidak dapat tempat duduk disana.Mereka makan seperti biasa tapi ada sesuatu yang mereka utarakan, mereka ingin berbagi sebuah cerita.
“Sekarang tanggal berapa ya?’’, tanya Dina
“Hmm tanggal 21 Din,emang kenapa?’, Dimas melihat layar handphone-nya
“Kalian lupa besok hari apa?”, tanya Dina lagi
“Rabu kan? Ohya besok udah bisa ambil cuti loh”, ujar Dimas
“Bukan itu. Besok hari Ibu..”,Arya bicara dingin
“Ohya? Yaampun, gue jadi kangen Mama di rumah ckck”Dimas berdecak.
“Gue punya satu cerita..”, dan kisah itu dimulai dari Dimas. Dina dan Arya siap mendengarkan apa yang akan diutarakan salah satu sahabatnya ini.
“Sejak Papa dan Mama gue bercerai,hak asuh anak jatuh pada Mama gue. Gue akhirnya tinggal dengan beliau dan adik gue,Dinda. Awalnya gue usaha buat tegar dan gantiin Papa diamata mereka, gue juga bantuin Mama gue kalo di rumah karena beliau harus nyari nafkah sendiri. Tapi gue lengah, pengaruh negatif dari temen temen gue makin nekan gue. Lo gak tau kan? Gue dulu sempet jadi tukang party, ikut geng motor, sering mabuk, udah ninggalin tanggung jawab gue dirumah buat jagain Dinda. Hingga suatu saat akibat kelalaian gue, Dinda hampir diculik sama perampok rumah. Tapi gue tetep aja gak peduli apa kata Mama, gue ngebantah apa kata beliau dan udah berulang kali ngomong kasar depan beliau. Gue udah sering bikin Mama khawatir dengan enggak pulang ke rumah, gue ngerasa gak betah di rumah. Kelakuan gue makin gak bisa di toleransi, waktu Mama sakit gue ngambil kesempatan buat nyuri gaji Mama buat beli drugs, itu udah ketauan Dinda tapi gue malah ngancem dia kalo dia berani bilang Mama,dia bakal gue bawa kabur. Tiap malem Mama nangis mikirin gue, dan doain gue agar gue bisa sadar juga selalu dilindungi oleh Tuhan. Sampai suatu hari, polisi dateng ke rumah gue mengabarkan bahwa gue terjerat kasus narkoba dan dipenjara. Mama langsung shock dan mohon mohon pada polisi untuk meringankan hukuman gue. Gue sadar, seorang Ibu tidak akan meninggalkan anaknya apapun keadaanya. Setiap hari beliau datang menjenguk gue di sell, selalu support gue agar kuat juga mengingatkan gue agar kembali kepada jalan yang benar. Sell penjara itu jadi saksi bisu air mata gue tiap malemnya, gue sadar Mama itu orang yang paling berharga dan gak pantes gue memperlakukannya dengan kurang ajar. Setelah gue melewati masa rehab dan dinyatakan bebas, saat itu juga hari Ibu. Gue nangis dihadapan beliau,meluk beliau dan minta maaf sambil mencium telapak kakinya. Ia membelai lembut wajah gue dan berkata :’ Dimas,Allah telah mengabulkan permintaan Mama.Kamu kembali ke rumah ini adalah hadiah terindah di Hari Ibu’.Sejak itulah gue mulai memperbaiki hidup gue dan berusaha bikin Mama bahagia enggak lupa doain Mama karena ia gak berhenti doain gue”
Begitu kisah dari Dimas, seorang anak yang berhasil keluar dari jeratan narkoba berkat do’a seorang Ibu. Arya mulai membuka mulutnya yang terdiam dari tadi
“Berbeda dengan cerita gue..”,Kisah kedua akan terlontarkan
“Cerita gue hampir sama dengan Dimas. Ibu adalah seorang single parent setelah meninggalnya Bapak. Kami hanya keluarga tidak mampu dan tinggal di sebuah desa yang jauh dari perkotaan.Gue anak satu satunya harapan Ibu, ia bekerja keras untuk membiayai sekolah gue hingga SMA.Pekerjaanya hanya seorang tukang sayur yang penghasilannya tidak seberapa. Dia juga udah sering digusur sana sini bersama dengan pedangang sayur lainnya,tapi ia tak gentar menghadapi cobaan. Setiap pagi Ibu juga yang mengantar gue ke sekolah dengan sepeda peninggalan Bapak, ia selalu berpesan agar gue sekolah yang bener. Kalo gue sakit,ia rela hujan hujanan mencari obat dan membawa gue ke dokter.Setiap Ibu pulang berjualan ibu tampak lelah sekali dan selalu bilang “Maaf nak, hasil jualan ibu hanya sedikit”, walau begitu ia tak patah semangat dan gue gak mau ngeluh atas keadaan ini.Gue harap prestasi di sekolah bisa menyenangkan hati ibu. Sebelum ujian nasional SMA,yang gue tahu, malam malam menjelang ujian Ibu juga tidak berhenti sholat malam agar gue senantiasa diberikan kemudahan.Sungguh besar usaha dan doa seorang Ibu pada anaknya. Gue juga semangat meraih prestasi ditengah keterbatasan ini.Syukurlah gue berhasil meraih peringkat 1 nilai Ujian Nasional tertinggi. Perjuangan Ibu tidak berhenti sampai disitu, Ia menempuh perjalanan cukup jauh ke kantor kelurahan menggunakan sepedanya untuk meminta beasiswa kuliah di Jakarta. Berkat kerja keras itulah,Gue berhasil dapat full beasiswa ke Jakarta. Sebelum gue berangkat, Ibu menitipkan satu amplop uang hasil keringatnya selama ini untuk biaya awal kehidupan gue di Jakarta, dan ia berkata ‘Nak, ini uang tabungan ibu selama ini untuk kamu kuliah.Tak perlu menunggu hari Ibu kamu memberikan hadiah pada Ibu, memiliki kamu bagai hari Ibu setiap harinya’ Gue bangga punya seorang Ibu yang pekerja keras.”
2 kisah berakhir bahagia dari Arya dan Dimas. Berbeda lagi apa yang akan Dina ceritakan.
“Berbeda lagi dengan ceritaku..”, Dina agak sedikit meneteskan air mata
“Kesempatan bersama Bunda adalah waktu yang paling berharga bagiku. Bunda memiliki penyakit kanker, bahkan aku hampir tidak ada di dunia ini. Ia mengorbankan nyawanya untuk melahirkan aku dan pada saat itu kami berdua selamat. Bunda tetap tegar melawan penyakit kankernya dengan merawat dan membimbing aku. Dibalik wajahnya yang tersenyum ia memendam rasa sakit yang luar biasa. Tapi kesempatan merawat orang tua terutama Bunda itu sangat berharga. Pada saat Aku berumur 12 tahun, penyakitnya sudah kronis. Umurnya mungkin tidak lama lagi. Entah, aku kagum atas Bunda yang melawan penyakitnya selama belasan tahun. Saat saat terakhir itu dihabiskan di rumah sakit. Hampir setiap hari aku menjaga Bunda bergantian dengan Ayah. Menemani Bunda sambil bercerita cerita tentang sekolah atau lainnya, disinilah aku baru merasa sangat dekat dengan Bunda. Setiap malam aku mohon pada Tuhan agar kesempatan ini jangan cepat berlalu,tapi kehendak-Nya tidak ada yang bisa melawan. Benar benar di saat terakhir beberapa hari sebelum hari Ibu, aku lebih sering menangis dan kelihatan lebih lemah dibanding Bunda yang terbaring di rumah sakit. Bunda sering tanya ‘Kenapa kamu sedih?’ kalo aku jawab ‘Aku gak mau kehilangan Bunda’ ia akan bilang ‘Jika Tuhan udah memanggil Bunda, ikhlaskan saja ya.Karena semua di dunia ini akan kembali pada-Nya’, sungguh hebat kata kata yang ia ucapkan.Tanggal 21 malam, perasaanku tidak tenang entah mengapa dan Bunda meminta permintaan terakhirnya ‘Dina, bilangin Ayah ya besok bawain bunga mawar putih buat Bunda. Kan besok hari Ibu’. Aku langsung menelfon Ayah malam itu juga. Esoknya, Ayah datang dengan mawar putih,aku tetap menemani Bunda dan Bunda yang selesai dimandikan oleh suster.Pesan terakhir bunda : ‘Ayah,makasih ya hadiah terakhirnya. Bunda pengen Ayah jagain Dina dan gantiin Bunda buat membimbing Dina’, Ayah diam & meneteskan air mata.Aku memeluk Bunda sambil menangis dan saat kuucapkan ‘Selamat Hari Ibu’ saat itu juga Bunda menghembuskan nafas terakhirnya. Pada hari Ibu, Tuhan telah memanggil malaikatku di bumi untuk menghadap-Nya. Terimakasih Tuhan,Kau telah titipkan aku pada malaikat yang aku panggil Bunda’
Akhiran cerita dari Dina yang membuat Dimas dan Arya sedikit menjatuhkan air matanya. Betapa besar peran seorang Ibu dalam kehidupan ini, tanpa Ibu apa jadinya mereka dan satu kesimpulan yang mereka ambil : Tanpa adanya Ibu mereka tidak akan menjadi 3 sahabat saat ini.
Maaf ya endingnya baru bisa gitu aja,gue mau lanjutin gaada waktu.Terimakasih :)
Regards,
Dita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar